foto by fashmed.blogspot.com |
Saya merasa geli ketika membaca koran hari ini. Betapa tidak,
pada suatu rubrik di koran lokal Malang yang bernama Warcin (warung cinta) yang
didalamnya memuat pesan – pesan singkat untuk mencari teman/pasangan yang
bersifat perkenalan, sebagian menggunakan bahasa tidak baku dan cenderung alay. Memang tidak ada standart untuk
sub-bahasa yang muncul akhir – akhir ini, namun pada pemahaman umum (pribadi)
jelas terlihat bahwa penggunaan bahasa ini termasuk bahasa alay.
Dalam rubrik yang dikemas dalam halaman tersendiri itu,
hampir 90% pengisinya adalah laki – laki. Dan hampir 85% dari mereka
menggunakan bahasa yang cenderung ala. Semisal
“AKU” yang terdiri dari tiga huruf yaitu A-K-U diganti dengan kata “AQ” yang
terdiri dari dua huruf “A dan Q”.
Hal tersebut merupakan fenomena yang hingga saat ini belum
juga luntur dari dunia perbahasaan. Subbahasa
yang lebih dikenal dengan bahasa alay
ini memberi kesempatan bagi para orang pencari perhatian yang memiliki sifat
hiperbola untuk eksis di jagad hiburan.
Dengan demikian, mereka para pengisi rubrik yang dikemas
dengan tampilan yang mudah dipahami dan eyecacthing
ini bebas menyampaikan pesan dengan gaya bahasa seenaknya. Tidak salah, sifat feminim yang mayoritas dimiliki
wanita juga dapat muncul pada laki – laki melalui tutur bahasa yang digunakan.
Disisi lain, terciptanya “bumi” baru di dunia maya melalui
media sosial seperti facebook, twitter, path, dan google+semakin menambah
deretan panjang peluang – peluang interaksi dengan bahasa tidak formal.
Laki – laki yang menurut opini umum terkemas dalam pribadi yang
lebih mengedepankan logika terkelupas dengan gaya bahasa yang digunakannya. Tidak
salah jika muncul opini bahwa ada sub-gender.
Yaitu LAKI – LAKI FEMINIM.
Oleh : admin
No comments:
Post a Comment
Terima kasih untuk berkomentar. Saya tunggu kabar kamu, selanjutnya.
Saya Hisyam Suratin, salam.