9/24/16

Tragedi Trigonometri

foto


Masih ingat soal metode kuadran trigonometri? Ya, teman - teman sekelas saya saat sma pastilah mengingat itu. Tepatnya 3 bulan pra Ujian Nasional. Tragedi berdecak kagum dari saya dan seorang guru matematika kelas XII.

Sekali lagi, kala itu, seorang siswa bernomor absen 21 (kalau tidak salah) ini, dibawah Muhammad Fahrul juga Muhammad Fery, dan diatas Muhammad Iqbal. Dari urutan pertama, Muhammad Fahrul adalah yang paling jarang disebut dari keempat Mhammad lainnya, atau bahkan tidak pernah. Sedangkan Muhammad Iqbal memiliki rasio yang tidak stabil, kadang - kadang disebut. Tapi, itu bukan soal disebut dalam konteks popularitas, melainkan penghuni daftar remidi mata pelajaran eksak, terutama matematika.
Jadi begini ceritanya, tiga bulan sebelum Ujian Nasional tahun 2010 dilaksanakan, saya dipanggil ke depan kelas untuk mengisi nilai kuadran. Kotak tersebut berbentuk segi empat namun kurang presisi, dipisahkan garis vertikal dan horizontal yang kurang tepat membelah sehingga tidak menghasilkan luas bagian yang sama.

Dalam penulisan nilai kuadran dilakukan searah jarum jam, dimulai dari bagian kanan-atas, sehingga membentuk tulisan I,II,III,IV dan berakhir pada bagian kiri-atas dari empat bagian yang ada.
Ya, itulah aturan pengisian nilai kuadran, tapi apa yang saya lakukan, pastilah tidak ada dalam bayangan. Saya mengisinya melawan arah jarum jam dimulai dari bagian kiri-atas dan dengan urutan tetap I,II,III,IV. Bukan, bukan saya mencoba berbeda, namun saya sama sekali tidak ingat bagaimana cara mengisinya.

Hah biasa! ...


Ya, memang hal itu bisa dianggap sepele. Namun, tidak bagi saya, hal itu merubah banyak hal hingga enam tahun kenangan itu berlalu. Jika dulu saya harus rajin mengisi waktu pulang sekolah dengan kegiatan remidi, saat ini hal itu kembali berulang, namun dengan aktivitas olah pikir matematisnya.
Pernah menjadi bagian media dengan konsep jurnalistik, memaksa saya berpola sistematis, berorientai data, bersikap observatif, mengkonversi isu kualitatif dengan riset pada fakta sehingga menghasilkan data kuantitaif yang dapat diukur. Dan masih banyak hal lain tentang kehidupan kuantitaf, komprehensif selain perjuangan siswa jurusan IPA yang saya rasa sudah membuat saya taubatan nasuha bersama angka.
Dan mungkin teman-teman SMA saya tidak percaya jika saya setiap hari harus bercumbu dengan rumusan baris, deret aritmatika juga fungsi statistik bersama nominal 1-9 juga 0 (nol). Bahkan saya harus kembali mengkonversi nilai tersebut dalam kode biner untuk menemukan pola bilangan pada suatu nilai.
Loh bukannya kamu jurusan ilmu komunikasi sam?

Ya, itu disiplin ilmu S1 saya, namun tidak dengan pekerjaan saya hari ini. Jauh dari itu, saat ini saya lebih sering bercumbu dengan nilai dalam pasar dagang.
Seperti yang lagi bikin partai dengan mars itu dong?

nb : matematika mengajarkan kita tentang pola, mendeskripsi pada nilai pasti yang dapat menghasilkan deret dan baris yang membentuk pola
salam.

No comments:

Post a Comment

Terima kasih untuk berkomentar. Saya tunggu kabar kamu, selanjutnya.

Saya Hisyam Suratin, salam.