12/20/15

Warna dari Tuhan




Mereka datang, lalu pergi, dengan caranya. Satu persatu memberi hiasan, kebanyakan menyebut kenangan, saat sudah tak lagi ada. Bagiku tidak, justru merekalah yang memberi warna. Meski ini aku yang memiliki. Lihat saja, lebih indah.

Tak terhitung, aku pikir mereka pasti bersinggah, sebentar atau lama. Satu, dua, tiga, atau juga setahun, berdiam dan terus memberi warna. Biar saja namanya mirip, bahkan sama, tak sering memang, tapi pernah kutemui. Bedanya, hanya gurat dan cara mereka mengarsirkan warna. Kadang juga memberi warna yang sama. Tak masalah.
Semakin kesini, semakin tebal juga warna – warna tertentu. Biru, kuning, merah, tetap menjadi warna dasar. Mungkin keahlian mereka juga berbeda dalam memadukan warna dasar itu. Ada yang jadi hijau, merah, ungu, bahkan ada yang pandai hingga campuran warnanya menjadi hitam. Atau dia justru tak mengerti cara memadu warna. Biar saja, yang pasti ada warnanya.

Jika boleh bermain andai, aku ingin mendambakan satu warna, pelangi. Semua unsur warna ada disana, dalam satu rangkaian. Indah bukan main, saat ini baru Tuhan yang kutahu bisa membuat warna itu dengan sempurna. Tapi sebentar, mungkin juga ada yang ingin membuat warna pelangi, tapi belum mengerti tentang komposisi, presisi, persepsi, bahkan deret warna yang baik. Sepertinya memang harus masih banyak belajar. Atau aku yang belum memahami konsepsi warna dan mewarnai.

Gradasi yang diciptakan memang belum serasi, warnanya masih compang – camping. Belum harmoni. Masih harus memilah bagian per bagian, hingga menemukan nilai artistiknya. Benar saja, mereka ada yang mewarna dengan satu saja, dua, lima, tak jarang juga yang sepuluh dan sebelas warna. Mereka punya hak untuk itu. Sedang warnanya, juga mereka yang bawa sendiri.

Mereka saling menyambung antar bagiannya. Ada yang mengerti tujuan pendahulunya, ada yang tidak, juga ada yang memulai tujuan baru, garis baru, warna baru. Lalu kubilang saja itu seni. Sebagai kanvas aku juga berkesenian, berkerelaan, berkeikhlasan, berkeridhoan, berketuhanan, berkesatuan, dan berlainnya atas nama Tuhan. Tinggal saja menunggu sang pengadil yang bisa mengharmonisasikan  warna – warninya. Tentu dengan membawa Tuhan dalam setiap guratannya.


Malang, 20 Desember 2015.

No comments:

Post a Comment

Terima kasih untuk berkomentar. Saya tunggu kabar kamu, selanjutnya.

Saya Hisyam Suratin, salam.