11/20/12

satu hal membawaku merenung



Satu hal membawaku merenung. Benarkah itu, dirinya yang selalu tersenyum untukku. Menunduk menatap ujung jari yang mulai kisut atau juga tertunduk karena malu. Hidupku penuh misteri, aku pun belum mengerti.

Catatan harianku mulai penuh. Buku usang itu menua. Usianya tepat seperti usia pertemuan aku dengan dia. Aku membelinya sesaat setelah mengenalnya. Pikirku, akan banyak cerita tentangnya.

Aku pria yang tak mudah jatuh cinta. Dibuat kaku oleh senyumnya itu
Anganku ingin menolak. Namun hati ini, tak sanggung berdusta. Ya, aku merasa ada cinta pada senyum manis itu.

Hari itu indah, namun aku masih saja malu mengakuinya. Dan lagi – lagi hatiku tak sanggup berdusta. Aku bahagia

Entah apa yang membuatku berusaha berpaling dari pandangannya. Aku takut atau malu, aku tak mengerti. Yang pasti hatiku berkecamuk oleh gelora cinta hari itu.

Pertama kali kudengar suaranya. Oh Tuhan, akankah dia adalah malaikat yang kau kirim untuk menemaniku. Terdengar sungguh merdu, aku semakin mengaguminya.

Sudah kuduga sebelumnya. Bukan hanya aku yang terpesona olehnya, teman baruku juga sama halnya mengungkapkan kekagumannya pada eloknya senyumnya.

Hahaha. Aku masih normal pikirku. Senyumku menyudut membenarkan

Sejak saat itu aku mulai berhenti mengaguminya. Mungkin karena aku sadar bahwa dia memang cantik. Hal yang wajar ketika bahagia melihat senyum wanita cantik. Bagiku itu sudah biasa. Aku kembali tersenyum dan meneruskan makanku.

Seperti kekeharianku dulu dimasa SMA, aku juga tak banyak omong. Bagiku diam adalah emas dan senyuman adalah mutiara. Jadi hari itu hanya diam dan senyum yang kuberi untuk menghibur tatap mata yang lentik dari dia. Mungkin dia ingin mengajakku bicara, entah tentang apa. Yang pasti naluri lelakiku membenarkan perasaan itu.

Namun, aku masih saja bersikap cuek tak peduli. Malam itu adalah malam pertama aku menginap di asrama, yang rencananya aku akan menginap selama 7 hari di asrama ini. Ya, ini adalah kegiatan pertama setelah aku tercatat sebagai mahasiswa. Aku ingin menikmatinya pikirku, tanpa harus ada sosok wanita yang seperti selama ini mengganggu pikiranku.

Malam itu kami akhiri dengan berdoa, selepas sholat isya kami kembali ke kamar masing – masing. Aku berjalan menuju tangga, kamarku terletak di lantai 3. Tanpa kusadari di sisi lain kulihat dia juga berjalan menuju tangga yang akan mengantarnya menuju tempat peraduan.

Namun, masih saja aku tak menyadari akan tatapannya, yang seakan ingin mengajakku bercengkrama. Satu dua dan tiga anak tangga kulewati, tepat diujung tangga itu kembali tatapannya menyapu lamunanku. Aku tersentak melihat raut wajah yang berubah seakan kesal itu. Namun kali ini berbeda, aku merasa bertanggung jawab atas hilangnya senyum dari paras cantik itu.

Aku masih harus menempuh beberapa anak tangga untuk mencapai kamarku. Dan ketika kembali tubuh ini berhadapan langsung dengan tatapannya, kubalas tatapan itu dengan senyumku yang mungkin memang terasa canggung. Mungkin karena senyum itu memang kubuat – buat. Dan betapa terkejutnya aku, ketika dia membalas dengan senyum lebar khas orang bahagia. Yang kemudian diteruskan dengan menundukkan kepala, seakan menyimpan senyum karena kebahagiaan.

Aku tertawa dalam hati, senyumku laku juga.

Kususuri lorong lantai tiga itu, namun masih saja mataku tak bisa melepas gedung diseberang yang membawanya dalam bahagia. Ya, kembali kulihat dia berjalan dan menatap kearah dimana aku berada. Tuhan, akankah memang dia yang kau kirim untuk menemani hatiku yang telah lama sepi karena tak ada cinta yang bersemi. Hatiku kembali menggelora karena yang kupikir cinta, mungkin.

Malang 2012

No comments:

Post a Comment

Terima kasih untuk berkomentar. Saya tunggu kabar kamu, selanjutnya.

Saya Hisyam Suratin, salam.